Bagaimana Hukumnya Sedekah Dengan Uang Haram

Bagaimana Hukumnya Sedekah Dengan Uang Haram

Politik Uang Yang Dilakukan Caleg, Haram Hukumnya

News Room, Selasa ( 31/03 ) Umat Islam harus berhati-hati terhadap sedekah politik (Money Politic), yang banyak dilakukan oleh para Calon Legislaif (Caleg) saat ini. Sebab, apa yang diberikan oleh para caleg tersebut, bukan murni sedekah yang ikhlas, namun karena ada kepentingan, agar memilihnya sebagai anggota legislatif. Jadi memberi bukan karena benar-benar ingin membantu, namun lebih condong kepada upaya sogok. Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. KH. Imam Mawardi, MA pada pengajian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di Masjid At-Taqwa Desa Parsanga Kecamatan Kota Sumenep, Selasa malam (30/03). Menurutnya, kalau memang ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, seharusnya tidak dilakukan pada saat ketika dia memiliki kepentingan politik. “Uang haram itu namanya, jika pemberian bernuansa kepentingan dan iming-iming kepada masyarakat. Justru, saya salut kepada masyarakat yang berani menolak pemberian yang dilakukan oleh para caleg. Itu tandanya lebih memilih untuk memelihara dirinya dari sesuatu yang subhat untuk masuk kedalam tubuhnya,”tegasnya dihadapan ribuan umat, yang datang tidak hanya dari Desa Parsanga. Diakui da’i kocak ini, saat ini banyak Caleg yang mendekati para tokoh ulama dan masyarakat untuk mencari dukungan. Karena itu, menurut cendikiawan asal Sumenep ini, para ulama juga diharapkan tidak mudah percaya, dan memilih calon wakil-wakil rakyat tersebut dengan hati nurani, dan bukan karena iming-iming yang ketika sudah duduk di kursi dewan, hanya melambaikan tangan tanda good bye. “Carilah pemimpin yang meniru sifat-sifat Rasulullah, yang memikirkan umat dan melakukan kebaikan hanya semata-mata karena Allah SWT. Dan bukan berharap sanjungan dari orang lain,” tandasnya lagi. Kiai Imam mengajak Umat Islam untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam keluarga dengan khsanah Islam. Memberi contoh dan tauladan yan baik bagi anak, istri dan lingkungan sekitarnya. Sebab, semakin hari keimanan mulai tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin maju. Sehingga kadang jamaah masjid hanya tinggal beberapa shaf, bahkan ketika sholat Subuh yang tinggal beberapa orang saja. “Marilah kita semarakkan ayat-ayat Allah SWT, kita agungkan nama Rasulullah sebagai suri tauladan serta penyelamat bagi umatnya. Raihlah kebahagiaan dunia dan akhirat, agar murka Allah tidak meimpa kita semua karena seringnya kita berbuat kemungkaran dimuka bumi ini,” pungkasnya diamini oleh seluruh yang hadir malam itu. ( Ren, Adjie )

Sekarang ini orang tidak lagi peduli dari manakah hartanya berasal, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram. Asalkan mengenyangkan perut, dapat memuaskan keluarga, itu sudah menyenangkan dirinya. Padahal harta haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, baik mempengaruhi ibadahnya, pengabulan do’anya dan keberkahan hidupnya. Di antara pengaruh dalam ibadah yaitu berdampak pada kesahan ibadahnya, seperti pada ibadah shalat, haji atau pun sedekahnya. Karena Allah hanyalah menerima yang thoyyib yaitu yang baik dan halal.

Politik uang (money politics) dalam Pemilu kerap menjadi topik yang kontroversial. Praktik yang melibatkan distribusi uang atau barang kepada pemilih ini bertujuan untuk memengaruhi pilihan mereka demi keuntungan politik. Dalam Islam, fenomena ini setara dengan risywah atau suap, yang hukumannya jelas: haram.

Tidak peduli apa bentuk pemberiannya, apakah berupa uang tunai, barang, atau janji proyek, tindakan ini tetap dikategorikan sebagai suap dan haram dalam ajaran Islam. Suap, meski diberi istilah lain seperti hibah atau sumbangan, tetap dianggap dosa besar, terutama karena berpotensi merusak moral dan mental masyarakat.

Hal ini berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Politik uang adalah bagian dari politik transaksional yang merusak keadilan pemilu. Fenomena ini memicu apatisme di kalangan masyarakat, yang lebih peduli pada imbalan langsung ketimbang kualitas pemimpin yang dipilih.

Dalam perspektif Islam, politik uang termasuk dalam bentuk kezaliman yang merusak kehidupan, sebagaimana dinyatakan dalam ayat QS al-Baqarah ayat 205, yang memperingatkan bahaya perilaku pemimpin zalim yang merusak tatanan sosial.

“Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.”

Meski politik uang haram, penting untuk membedakan antara suap dan biaya politik sah. Biaya politik atau political cost yang diizinkan oleh undang-undang tetap diperlukan dalam kampanye. Ini meliputi pengeluaran untuk alat peraga kampanye seperti kaos, poster, dan baliho. Pengeluaran ini sah selama tidak melibatkan pemberian langsung kepada pemilih yang bertujuan memengaruhi suara mereka.

Penggunaan dana kampanye untuk upah atau imbalan tim sukses yang melakukan pemasangan alat kampanye, dibolehkan. Begitu pula, boleh masyarakat menyumbangkan bantuan finansial dan sejenisnya kepada tim pemenangan (bukan kepada pemilih) untuk membantu kampanye para calon. Selama tidak ada unsur suap dalam bentuk janji atau pemberian langsung yang ditujukan untuk membeli suara, kegiatan ini tidak tergolong sebagai politik uang yang diharamkan.

Dengan demikian, perbedaan tegas antara suap (politik uang) dan biaya kampanye yang sah harus dipahami oleh masyarakat. Di satu sisi, politik uang adalah praktik yang merusak, sementara di sisi lain, biaya kampanye adalah bagian dari proses demokrasi yang sah selama dijalankan dengan transparansi dan integritas.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Politik Uang (Money Politics)”, Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 1-15 Maret 2024.

Dalam konteks Islam, sedekah adalah tindakan mulia yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak keutamaan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana hukum sedekah jika dilakukan dengan uang yang diperoleh secara haram? Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum sedekah dengan uang haram, dengan merujuk pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis serta pandangan para ulama.

Haji dan Shalat dengan Harta Haram

Dari pembahasan ini, para ulama memiliki bahasan apakah shalat di tanah rampasan itu sah ataukah tidak. Imam Ahmad berpendapat tidak sahnya. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat sahnya tetapi berdosa.

Begitu pula para ulama membahas bagaimana jika ada yang berhaji dengan harta haram, sahkah hajinya? Imam Ahmad memiliki dua pendapat dalam masalah ini, namun yang masyhur, hajinya tidak sah. Landasannya adalah hadits yang mengatakan bahwa Allah hanya menerima dari yang thoyyib. Sedangkan jumhur ulama berpendapat sahnya haji dengan harta haram, namun hajinya tidak mabrur. Sehingga wajib bagi yang ingin melaksanakan haj memperhatikan harta yang ia gunakan.

Kita dapat mengambil pelajaran pula bahwa Allah hanyalah menerima dari yang bertakwa, di antara bentuk takwa adalah menjaga diri dari penghasilan haram. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Allah hanya menerima dari orang yang bertakwa” (QS. Al Maidah: 27). Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang mengenai makna ‘muttaqin’ (orang yang bertakwa) dalam ayat tersebut dan beliau menjawab bahwa yang dimaksud adalah menjaga diri dari sesuatu yang tidak halal yang masuk ke dalam perut. Demikian dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 262. Lihat pula pembahasan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi dalam Shifat Hajjatin Nabi, hal. 39-40 dan Syaikh Sa’ad Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in, hal. 92.

Haram Sedekah dengan Uang Haram

Tidak hanya tertolak, sedekah dengan uang haram hukumnya haram. Artinya, orang itu tidak mendapat pahala dari sedekah tersebut tetapi ia malah mendapat dosa. Jadi, harta haram hukumnya haram memanfaatkannya bagi memakannya maupun menyedekahkannya.

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia pun melarang upah (hasil penjualannya). (HR. Ahmad; shahih)

Baca juga: Dalil Zakat

Pandangan Para Ulama

Para ulama sepakat bahwa sedekah dengan uang haram tidak diterima oleh Allah. Ini berdasarkan pada prinsip bahwa amal perbuatan harus dilakukan dengan cara yang baik dan dengan sumber yang halal. Berikut adalah beberapa pandangan dari ulama terkait hal ini:

Sedekah dengan Barang Haram

Selain sedekah dari harta hasil cara yang dilarang, sedekah dengan barang atau benda yang haram juga tidak diperbolehkan.

Mengutip buku Fiqh Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly, barang haram di sini yakni haram secara zat seperti daging babi. Maka hukum bersedekah dengan benda tersebut menjadi haram.

Sedekah kepada Ahli Maksiat

Selanjutnya, jenis sedekah yang haram adalah sedekah yang diberikan kepada orang yang senang bermaksiat. Yang mana harta sedekah yang diberikan memungkinkan bisa digunakan untuk melakukan maksiat seperti judi, mabuk, maupun zina.

Jika seseorang menyedekahkan harta kepada orang tersebut, maka sedekat itu bisa menjadi haram.

Nah, itu tadi sederet jenis sedekah yang hukumnya haram karena sejumlah hal tertentu. Jadi, penting bagi kita untuk mengetahui tata cara hingga adab bersedekah dengan baik agar amal yang diperbuat dapat diterima oleh Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah, Prof Dr Muhammad Amin Suma, memberikan pandangan mengenai pertanyaan yang sering ditanyakan, "Bolehkah sedekah dengan harta hasil korupsi?". Dengan mengutip ayat Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 267, pakar syariah & hukum Islam itu menekankan pentingnya menggunakan harta yang diperoleh secara baik-baik untuk berinfak di jalan Allah SWT.

Dia juga merujuk pada hadits yang menekankan pentingnya usaha yang halal. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa harta yang diperoleh dari korupsi tidaklah halal, karena itu tidak dikenai wajib zakat.

“Sedekah dengan harta hasil korupsi juga tidak diperbolehkan menurut pandangan syariah. Sedekah seharusnya dilakukan dengan harta yang diperoleh secara halal dan baik,” kata prof Suma, dikutip dari kolom Sharia Republika pada Jumat (29/3/2024).

Dilansir Lembaga Amil Zakat Ummul Quro (LAZUQ), sedekah terikat pada prinsip-prinsip kebaikan dan kesucian. Sebagaimana yang diajarkan dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 267, Allah tidak menerima kecuali yang baik. Dengan demikian, sedekah dengan uang haram tidak akan diterima oleh-Nya.

Harta yang dianggap haram bisa berasal dari dua hal yakni haramnya sifat atau haramnya cara memperolehnya. Harta yang haram secara sifat, seperti daging babi atau minuman keras, juga tidak boleh disedekahkan. Sedangkan harta yang diperoleh secara haram, misalnya hasil mencuri, korupsi, atau menipu, juga termasuk dalam kategori yang tidak boleh disedekahkan.

Tidak hanya ditolak, sedekah dengan uang haram juga dianggap hukumnya haram. Artinya, orang yang melakukannya tidak akan mendapat pahala, bahkan dapat mendapat dosa. Karena itu, dilarang memanfaatkan dan menyedekahkan harta yang diperoleh secara haram.

Bagi orang yang ingin bertaubat dari perbuatan haram, disarankan untuk mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau kepada yang berhak. Misalnya, jika hasil korupsi uang negara, sebaiknya dikembalikan kepada negara. Jika itu hasil riba, seperti bunga bank, ada beberapa pandangan ulama yang memperbolehkannya untuk kemaslahatan umum, misalnya untuk pembangunan infrastruktur.

Hanya Diterima yang Halal

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik).“ (HR. Muslim no. 1015). Yang dimaksud dengan Allah tidak menerima selain dari yang thoyyib (baik) telah disebutkan maknanya dalam hadits tentang sedekah. Juga dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ

“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).

Halal Mempengaruhi Amalan Sholih

Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam (1: 260) berkata, “Dalam hadits ‘Allah tidaklah menerima selain dari yang halal’ terdapat isyarat bahwa amal tidaklah diterima kecuali dengan memakan yang halal. Sedangkan memakan yang haram dapat merusak amal dan membuatnya tidak diterima.” Oleh karena itu, setelah mengatakan Allah tidak menerima melainkan dari yang halal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawakan ayat yang berisi perintah yang sama pada para Rasul dan orang beriman,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minun: 51).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” (QS. Al Baqarah: 172).

Yang dimaksud dengan ayat tersebut, para Rasul dan umat mereka diperintahkan untuk mengkonsumsi yang halal dan diperintahkan pula untuk beramal sholih. Jika yang dikonsumsi adalah yang halal, maka amalan sholihnya diterima. Jika yang dikonsumsi adalah yang haram, maka bagaimana bisa diterima? Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah di atas menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a,

يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim no. 1014)

Dijelaskan pula oleh Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah, anggota Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika menjelaskan hadits ‘Allah hanya menerima dari yang halal’ bahwa memakan makanan yang halal bisa menolong dalam melakukan ketaatan pada Allah karena beramal sholih diperintahkan setelah perintah memakan makanan yang halal. Jadi, semakin baik makanan yang kita konsumsi, semakin mudah pula kita dalam beramal. Lihat Al Minhah Ar Robbaniyyah Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 137. Juga lihat bahasan Syaikh Sholih Alu Syaikh dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 163.

Jenis Sedekah yang Hukumnya Haram

Sejumlah sedekah ini haram hukumnya lantaran disebabkan oleh beberapa hal.

Lalu Uang Haram Diapakan?

Maka, rugilah orang yang mendapatkan harta atau uang dari mencuri, korupsi, atau cara haram lainnya. Kalau ia makan dari harta itu, ia berdosa. Menyedekahkan pun berdosa.

Lalu bagaimana memperlakukan uang haram jika tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkannya? Misalnya orang yang ingin bertaubat. Ia tidak boleh memanfaatkan dan menyedekahkan, lalu harus bagaimana?

Kembalikan harta itu kepada pemiliknya. Jika harta itu hasil mencuri dari seseorang, kembalikan kepada orang tersebut. Jika harta itu hasil korupsi uang negara, kembalikan kepada negara. Kalau hasil korupsi dari perusahaan, kembalikan kepada perusahaan.

Lalu bagaimana jika itu harta hasil riba termasuk bunga bank? Sebagian ulama berpendapat tidak boleh memanfaatkan bunga bank sama sekali. Namun, jika dibiarkan, ia justru jatuh ke tangan non muslim atau orang jahat.

Karenanya, banyak ulama yang memperbolehkan memanfaatkan bunga bank untuk kemaslahatan umum (fasilitas publik). Misalnya untuk membangun atau memperbaiki jalan, jembatan, dan lain-lain. Namun, tidak diniatkan sedekah. Hanya niat melepaskan harta haram. Wallahu a’lam bish shawab. [MBK/LAZ Ummul Quro]

Sedekah termasuk amal sholeh yang dianjurkan dalam Islam. Pada dasarnya, bersedekah hukumnya sunnah tapi ada juga jenis sedekah yang tergolong wajib. Di sisi lain, sedekah bisa berubah menjadi haram hukumnya karena sejumlah hal.

Anjuran sedekah salah satunya dimuat dalam Surat Al-Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفَقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ - 7

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya. Lalu, orang-orang yang beriman di antaramu dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang sangat besar."

Begitu juga dalam berbagai hadits. Rasulullah SAW bersabda mengenai anjuran sedekah, keutamaan melaksanakannya, hingga ganjaran yang diperoleh bagi yang bersedekah.

Namun, ada jenis sedekah yang berhukum haram lantaran hal tertentu. Sejumlah hal ini pula membuat sedekah yang dilakukan justru memperoleh kecaman bahkan dosa. Lantas, apa saja bentuk sedekah yang dilarang dan hukumnya haram dalam Islam?